Jumat, Mei 29, 2009

MENDIDIK DENGAN NURANI

Apa yang Anda lakukan di ruang gelap tanpa cahaya sama sekali? Anda pasti tidak melakukan apapun. Anda bingung. Jika dibiarkan lama, Anda akan panik dan marah, seperti masyarakat kita yang mengalami pemadaman listrik yang agak lama. Dalam kegelepan, kita membutuhkan cahaya, meskipun hanya sebatas pantulannya, walaupun cahayanya redup. Kita sering menyebut cahaya dengan nama “nur”(dari Bahasa Arab, “al-nuur”). Dari kata “nur” ini, terbentuk istilah “nurani”, sepadan dengan kata “ruh” menjadi “ruhani” atau “jism” menjadi “jasmani”. Nurani adalah cahaya spiritual yang terpancar dari lubuk hati. Biasanya, kita menyebutnya “hati nurani”. Nurani tidak menyinari tubuh manusia, melainkan menerangi jiwa atau nurani manusia. Seperti cahaya material, nurani bisa diciptakan, dipantulkan, dibentuk dengan aneka warna, serta memiliki frekuensi dan panjang gelombang yang tidak sama. Berdasarkan fungsi-fungsi nurani ini, kita bisa merumuskan pola pendidikan dengan pendekatan nurani.

Mendidik dengan nurani berarti memaksimalkan potensi nurani guru untuk menerangi nurani para siswanya. Asumsi dasarnya adalah kesucian nurani setiap manusia. Nurani tidak pernah berdusta, meskipun lidahnya penuh dengan kedustaan. Seseorang bisa membedakan perbuatan baik dan buruk dengan nuraninya. Setelah meyakin asumsi in, guru harus menggugah nurani para siswanya melalui pembelajaran yang mengedepankan sentuhan spriritualitas dan relijiusitas. Di antara pembelajaran yang berbasis nurani adalah bacaan doa sebelum dan sesudah pelajaran. Materi doa ini sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh para siswa, bukan dengan Bahasa Arab, serta tidak terlalu panjang. Bacaan doa ini tidak monopoli guru agama, melainkan setiap guru mata pelajaran apapun perlu menggunakan doa dalam pengajarannya, karena doa merupakan sugesti para siswa dalam menatap masa depan mereka. Jika seorang guru mengatakan di depan para siswanya, “Semoga kalian menjadi pemimpin bangsa yang hebat”, maka para siswa akan termotivasi untuk menjadi pemimpin. Jika di antara mereka kelak menjadi pemimpin, ia akan teringat oleh doa gurunya.

Tehnik pembelajaran berbasis nurani lainnya adalah memberikan sisipan nasehat yang bermakna ketika sedang menjelaskan pelajaran inti. Selain sebagai rekreasi untuk melepas ketegangan, nasehat juga mengandung arti perhatian guru kepada para siswanya. Perhatian ini semakin dirasakan para siswa manakala guru memberikan tatapan atau pandangan yang penuh dengan keikhlasan serta optimis dengan keberhasilan para siswa. Sikap optimis ini ditunjukkan oleh guru dengan tidak mencela atau merendahkan ketidakmampuan para siswanya, karena hal ini bisa membuat para siswa mencitrakan dirinya secara negatif. Mengajar dengan nurani harus dijauhkan dari buruk sangka, putus asa, kurang peduli, dan pencelaan negatif.

Memberikan contoh-contoh realitas kehidupan juga bisa menggugah nurani para siswa. Contoh dapat membantu dalam memahami konsep-konsep yang abstrak. Memperlihatkan contoh saja juga bisa menimbulkan persepsi dan penafsiran yang keliru. Karena itu, guru harus memperlihatkan contoh sekaligus menjelaskannya sesuai dengan kemampuan para siswanya. Tujuannya adalah menggugah nurani para siswa agar bisa ikut merasakan pengalaman orang lain. Rekreasi yang baik adalah megajak para siswa menyelami dunia orang lain, seperti anak yatim, masyarakat nelayan, masyarakat santri, dan sebagainya. Guru bisa mengajak para siswanya untuk menjenguk dan mendoakan teman mereka yang sedang sakit. Tradisi semacam ini sudah terkikir, jika tidak dikatakan telah habis.

Pemantulan nurani berarti pandangan para siswa kepada gurunya. Ketika para guru mengajar di ruang kelas, para siswa tidak hanya memperhatikan pelajaran yang disampaikan, tetapi juga cara guru duduk, berdiri, berbicara, mengenakan pakaian, merawat tubuh, bersepatu, serta apapun yanag terkait dengan gerak-gerik dan penampilan guru. Tidak hanya itu, di luar kelas, guru juga disorot oleh para siswanya: kendaraan yang dipakai, hobby, keadaan rumah tangga, dan semua kehidupan guru. Apabila kehidupan guru itu terpuji, maka nuraninya akan memantulkan kebaikan kepada para siswanya. Sebaliknya, kehidupan guru yang tercela juga akan memantulkan negatif kepada nurani para siswa.

Nurani yang diciptakan maupun dipantulkan memiliki pengaruh yang berbeda kepada para siswanya. Untuk melihat hasil pendidikan dengan nurani, perlu waktu yang relatif panjang. Namun demikian, pengaruh itu tertanam sangat kuat dalam kehidupan para siswa di kemudian hari. Kadangkala, para siswa terketuk kesadarannya setelah lulus sekolah. Boleh jadi, hanya sedikit nurani guru yang diserap oleh para siswanya. Sebagaimana cahaya material, nurani guru tidak akan diserap jika para siswa mencoba untuk menutupi sinarnya. Hal ini dapat terjadi pada para siswa dan guru yang saling membenci dan terlibat permusuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar