Jumat, Juni 05, 2009

KEKALAHAN UNTUK MERAIH KEMULIAAN

Dalam riwayat Imam Ahmad, suatu hari, ada seorang laki-laki yang mencaci-maki Abu Bakar ash-Shiddiq RA, sahabat dan mertua Rasulullah SAW. Saat itu Rasulullah SAW. sedang duduk berada di sisinya. Melihat cacian tersebut, Rasulullah SAW. heran dan diam saja. Tak tahan oleh cacian itu, Abu Bakar RA segera membalasnya. Melihat hal itu, Rasulullah SAW. menjadi marah dan berdiri menghadapi Abu Bakar RA. Abu Bakar RA membela diri, “Wahai Rasulullah, dia mencaci-maki diriku, sementara Anda duduk di sampingku, mengapa Anda marah dan menghadapiku saat aku handak membalas caci-makinya”. Rasulullah SAW. menjawab,”Sesungguhnya ada satu malaikat yang hendak membalasnya. Namun, ketika kamu hendak membalas cacimakinya, ada syetan yang datang, aku sekali-kali tidak akan pernah duduk bersama syetan. Wahai Abu Bakar, Aku bersumpah atas tiga hal. Pertama, harta seorang hamba Allah yang disedekahkan tidak akan pernah berkurang. Kedua, hamba Allah yang sabar atas kezaliman yang menimpa dirinya akan ditambahkan kemuliaannya oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Ketiga, hamba Allah yang meminta-minta akan dijadikan fakir oleh Allah”. (al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab Wurud al-Hadits al-Syarif, 259-260).
Abu Bakar RA adalah seorang sahabat Rasulullah SAW. yang dikenal paling sabar dan bijaksana. Ia berjuang bersama Nabi SAW sejak sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Rasul. Melihat sahabat setianya dicacimaki, seharusnya Rasulullah SAW. membelanya. Tetapi kenyataannya, Rasulullah SAW. hanya diam melihatnya, bahkan melarang sahabatnya membalas caci maki itu. Tindakan Rasulullah SAW. dalam pandangan manusia pada umumnya dianggap salah dan dinilai tidak setia kawan. Akan tetapi, justru tindakan Rasulullah SAW. ini dapat mengangkat derajat sahabatnya menjadi lebih mulia. Orang yang mencaci-maki, menghina, mencela, atau mengolok-olok hanya terdorong oleh kekuatan nafsunya. Jika orang yang dicacimaki atau dihina ikut terpancing, mengikuti, dan melayani nafsunya, maka ia menjadi rendah dan hina. Saat itu akalnya menjadi tumpul. Ketika orang sedang emosi, ia mudah terpancing untuk melakukan tindakan di luar kesadarannya. Ia menjadi permainan. Ia berperan sebagai orang yang kalah. Ketika ia membakar dirinya dengan emosi dan kemarahan, hampir seluruh gerakan jiwa dan raganya tidak stabil: jantungnya berdetak keras, keringat bercucuran, wajahnya merah padam, anggota tubuhnya gemetar, matanya memerah, dan sebagainya. Saat ini ada orang yang memberikan pesan, berita, dan informasi yang menyesatkan. Jangan mudah terpancing dan terpengaruhi oleh tipu daya orang-orang yang tidak bertanggung-jawab.
Karena pentingnya menahan diri dari perbuatan zhalim, Rasulullah SAW. berpesan agar menyelamatkan orang yang berbuat zalim dan orang yang tertimpa kezaliman. Orang yang berbuat zhalim justru meruntuhkan martabatnya, menjatuhkan kewibawaannya, dan menurunkan derajatnya, sedangkan orang yang dizhalimi akan terangkat derajatnya dan lebih memuliakan martabatnya. Kisah Nabi Yusuf AS –dari seorang budak menjadi raja- adalah contoh sejarah orang terzhalimi menjadi mulia. Kita juga menyaksikan kenyataan bahwa para ulama yang sabar dalam penindasan penguasa justru semakin melambungkan nama dan kharismanya, sedangkan pejabat yang zhalim justru berakhir dengan keterpurukan dan kehinaan. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 249 dinyatakan: “Banyak kelompok yang kecil mengalahkan kelompok yang besar dengan idzin Allah. Allah beserta orang-orang yang sabar”
Di samping seorang yang bijak, Rasulullah SAW. juga mengetahui bahwa Abu Bakar RA juga seorang dermawan. Hampir seluruh kekayaannya diinfakkan untuk perjuangan Islam. Namun, kekayaannya justru semakin bertambah. Ini juga menjadi keyakinan Rasulullah SAW. hingga dijadikan sumpah. Secara matematis dan logika pemikiran manusia, orang yang dermawan justru akan berkurang hartanya, tetapi amat jarang kita mendengar ada dermawan yang jatuh miskin dan bangkrut. Ternyata kita tidak memperhitungkan hal-hal di luar kemampuan manusia, seperti jatuh sakit, kebakaran, perampokan, bencana alam, dan sebagainya. Rasulullah SAW. menjamin bahwa sedekah itu justru akan menolak segala bencana, sebaliknya bencana sering menimpa pada orang yang enggan sedekah. Bahkan para malaikat juga mendoakan agar orang yang dermawan ditambahkan hartanya dan orang yang kikir dikurangi hartanya (Shahih Muslim, I: 446). Kita harus memahami bahwa harta kita adalah titipan Allah SWT dengan satu pesan: agar digunakan untuk hal yang bermanfaat dan disedekahkan agar terjadi pemerataan. Allah SWT bisa saja membagikan harta yang sama kepada setiap jiwa manusia, namun hal itu akan menyalahi keadilan Allah SWT dan menghancurkan kodrat kehidupan. Dengan adanya pembagian harta yang berbeda, maka manusia akan berperan sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya: ada majikan ada buruh, ada penguasa ada rakyat, dan seterusnya. Allah SWT hanya menuntut agar orang yang mendapatkan kelebihan rizki membaginya kepada orang yang kekurangan. Dua orang ilmuwan yang mendapatkan penghargaan di bidang kesehatan, Robert Ornstein dan David Sobel, menyatakan bahwa fungsi utama otak manusia bukan hanya untuk berpikir melainkan mengendalikan sistem kesehatan tubuh. Kekuatan otak sangat tergantung pada seringnya manusia berbuat baik. Makin berbuat baik, makin kuat otaknya, dan makin sehat tubuhnya (Majalah Tempo, 28 Juni 1988). Jadi, dengan bersedekah tubuh menjadi sehat.
Sahabat Abu Bakar RA juga dikenal Rasulullah SAW. sebagai orang yang pekerja keras. Kekayaan Abu Bakar RA merupakan hasil jerih payahnya, bukan hasil pemberian orang lain. Rasulullah SAW. banyak mendapatkan ilmu perdagangan dari Abu Bakar RA. Rasulullah SAW. juga yakin bahwa orang yang ulet, tangguh, pantang menyerah, dan rajin dalam bekerja dipastikan akan meraih kekayaan yang melimpah. Harta mudah berkembang dan meningkat di tangan seorang wirausaha. Kita bisa melacak lebih dalam mengenai keberhasilan para pengusaha sukses, ternyata hampir tidak dijumpai mereka mendapatkan kekayaan dari pemberian sedekah, warisan, hadiah, dan sejenisnya. Kalau pun mereka mendapatkan warisan, mereka telah ditempa dan dibina oleh orang tuanya untuk menjadi wirausaha yang tangguh. Sebaliknya, kita sering menyaksikan anak manusia yang jatuh ekonominya dan tidak mampu bangun kembali, sehingga ia berharap pemberian orang lain. Kita lupa bahwa kekayaan yang kita kumpulkan tiap hari akan habis dalam sekejap oleh anak kita yang tidak pernah dibimbing bagaimana menggunakan harta dengan baik. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa harta yang didapatkan tanpa cucuran keringat dengan bekerja yang layak akan mudah habis dibelanjakan tanpa perencanaan. Berharap pada pemberian orang lain dengan meminta-minta berdampak pada berkurangnya kepercayaan dan jatuhnya harga diri yang pada akhirnya orang enggan iba kepadanya. Akibatnya, ia jatuh miskin dan tidak mampu bangun. Oleh karena itu, dimanapun tidak ada pekerjaan yang sempit dan langka, karena pekerjaan ada di mana-mana, tetapi justru hal yang terjadi adalah sulitnya orang yang mau dan mampu bekerja. Banyak tenaga kerja kita yang enggan merubah pekerjaan kecil menjadi besar, merubah buruh menjadi majikan, merubah asongan menjadi juragan, dan seterusnya.
Akhirnya, kita harus membuka lembaran baru dengan kehidupan yang lebih bijak, lebih sabar, lebih dermawan, dan lebih rajin bekerja yang akhirnya akan meraih kemuliaan dan kesejahteraan. “Sesungguhnya harta itu hijau dan manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan kemurahan hati, maka ia diberkahi. Jika diambil dengan keserakahan, ia tidak akan diberkahi” (Shahih al-Bukhari, II: 129)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar